Buya Syafi'i Riwayatmu Kini


Kasus penistaan agama yang dilakukan AHOK telah memancing pro kontra di kalangan ulama. Selama ini AHOK dikenal dengan pemimpin yang tegas dan keras, sikap yang anti mainstream bagi seorang kepala pemerintahan seperti ini menimbulkan fanatisme sebagian warga Jakarta dan Penduduk negri ini. Bagi para pembelanya, AHOK hadir ibarat pahlawan yang siap menumpas siapa saja yang melawan aturan. Bahkan dengan bahasa yang sangat vulgar AHOK berani menyemprot siapa saja. Dalam satu kesempatan ia bahkan berujar akan melawan siapa saja termasuk seluruh penduduk negri ini.

Pada sisi yang lain, sikap AHOK yang cenderung seenaknya sendiri, tanpa filter, dengan kalimat-kalimat kasar yang terlontar telah menyakiti sebagian besar lain rakyatnya terutama rakyat kelas menengah ke bawah. Tentu rakyat menengah kebawah mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi karena terlalu banyak mimpi buruk yang mereka alami mengenai prediksi-prediksi masa depan. Sensitivitas rakyat itu diperparah dengan sebuah kenyataan bahwa ketegasan AHOK ternyata hanya tajam dibawah dan tumpul keatas. fenomena penggusuran, pelarangan aktifitas-aktifitas tertentu, ditambah umpatan-umpatan semakin memperkeruh emosi. disisi lain, kasus rumah sakit, pengadaan bus, reklamasi dan lain-lainnya yang berkenaan dengan kapital besar seolah AHOK cenderung berdiri dibelakangnya.

Rakyat kecil kebanyakan geram, namun tidak ada daya untuk melawan. Mereka hanya bisa menunggu keajaiban untuk bisa melakukan perlawanan. Hingga momentum itu datang. AHOK dengan sengaja atau tidak sengaja telah melakukan penistaan agama. AHOK berani menantang Tuhan. Apapun alasannya baik itu menista atau tidak menista AHOK sudah "menyenggol" Tuhan. meski sebelumnya sempat terlontar Tuhan pun akan dilawan, ia segera sadar bahwa menyoal kepercayaan manusia berarti MENGGODA MACAN YANG SEDANG MENGINTAI. Ungkapan maaf pun segera terlontar, tapi itu sudah terlambat.

Yang menjadi masalah berikutnya adalah akibat senggolan AHOK dengan kalimat Tuhan itulah kemudian menyeret dan mengorbankan orang-orang. termasuk didalamnya adalah Buya Syafi'i Ma'arif. Buya dengan lantang menyatakan bahwa AHOK tidaklah melakukan penistaan agama. Bahkan ia menyatakan sakit otak kepada orang-orang yang berkeyakinan bahwa perkataan AHOK itu adalah penistaan. Tentu pendapat Buya Syafi'i tersebut berdasarkan perenungan dan hasil dari analisis akademis yang beliau lakukan. Bahwa kebebasan berpendapat itu adalah hak dari setiap warga negara dan dilindungi oleh Undang-Undang. Mengenai pendapat Buya tersebut, tentu tidak bermasalah karena setiap orang mempunyai sudut pandang sendiri.

Tapi mungkin ada satu hal yang terlupa dari Buya Syafi'i. Pendapat yang dikeluarkan tentu tidak melulu berdasarkan pemahaman akademis dan pengalaman pribadi semata. Suasana psikologis masyarakat kebanyakan juga perlu menjadi bahan pertimbangan. karena dalam adagium jawa di sebutkan "Bener Ora Mesti Pener". Bahwa kebenaran yang disampaikan belum tentu tepat. Karena dialektika keilmuan akan selalu bersinggungan dengan ruang dan waktu yang terbatas. Yang jelas-jelas kebenaran saja belum tentu tepat, apalagi pendapat buya tersebut masih sangat terbuka peluang diskusi di dalamnya.

Pendapat anti mainstream buya tersebut, tentu sangat berlawanan dengan Muhammadiyah selaku Persyarikatan yang pernah ia nahkodai. Dalam keadaan itu, Buya juga melontarkan komentar-komentar yang dapat disimpulkan mendelegitimasi Majelis Ulama Indonesia. dimana mayoritas ormas islam bernaung didalamnya dan menyerahkan sebagian keputusan fatwa kepada Majelis tersebut.

Akibatnya, Buya Syafi'i kini mulai ditinggalkan oleh gerbongnya. Muncul surat-surat terbuka yang dialamatkan kepada beliau. Tak segan-segan bahkan sebagian orang mulai mendelegitimasi status keulamaan Buya Syafi'i, menolak kewargaan Padang, bahkan ada yang lebih sadis lagi, segelintir orang menyarankan agar Buya Syafi'i bermubahalah dengan ulama lain yang meyakini perbuatan AHOK adalah penistaan Agama. Supaya jelas mana yang benar dan mana yang salah dihadapan Tuhan. Tentu keadaan ini akan berpengaruh kepada pribadi Buya Syafi'i di usianya yang sudah senja, yakni 81 tahun. Umat meninggalkan dirinya pada akhir-akhir hayatnya. 

Sebuah pengalaman yang sangat berharga bagi kita, bahwa kebenaran yang diyakini manusia tidaklah mutlaq. Ia harus selalu didialektika-kan dengan kebenaran-kebenaran versi lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Empat Hal Yang Membuat Manusia Mudah Diganggu Jin

Jin sangat mudah masuk kedalam tubuh manusia yang mempunyai perangai sebagai berikut :  Senang Marah-marah Yang Berlebihan Terjeremb...