Sebuah Diary : Tiga Hari Pertamaku Di Surga



Sebuah Diary : Tiga Hari Pertamaku Di Surga

Hari pertama,

Semerbak wangi yang menggelitik hidungku memaksaku tuk terbangun dalam buaian kasur nan empuk dari bahan yang tak ku ketahui. Ya, semalam aku sangat letih setelah tertatih menyebrangi jembatan panjang dalam keadaan gelap gulita diiringi teriakan dan raungan yang sayup terdengar nun jauh di bawah sana. Dalam keadaan tertatih, banyak sekali orang yang mendahuluiku dengan kecepatan masing-masing. Ada yang seperti kilat, seperti berlari juga berjalan. Sedangkan aku terseok-seok sepanjang jalan meniti langkah demi langkah tanpa tahu kapan berakhir.

Sekarang aku baru mengerti ternyata itulah jembatan sirath dan sekarang telah kurasakan surga. Luar biasa harumnya tak pernah tercium sebelumnya, segar minumannya tidak sesegar minuman ter-enak di dunia. Aku mabuk..Aku tergila..Aku sekarang ada di surga.. Aku tidak menyiakan kesempatan, kujelajahi seluruh penjuru surga. Keindahan tamannya, tumbuhan, buah, makanan, bangunan  semua tersaji indah tanpa dapat terdefinisi dengan kata. Para pelayan yang selalu mengerti meski tanpa isyarat. Kuturutkan semua keinginanku yang semuanya terpenuhi tanpa batas, tidak seperti di dunia keinginankulah yang tanpa batas.


Aku terlena dan terbuai Karena impianku didunia sekarang nyata. Karena tidak sia-sia aku berkhidmat kepada suamiku, tidak sia-sia aku menahan lapar berpuluh tahun, tidak sia-sia aku menahan diri dari keinginan-keinginan yang tidak dapat dipenuhi suamiku. Terbayar sudah air mata penderitaan duniaku juga air mata saat-saat bersamaMU. Kenikmatan itu sekarang adalah nyata dan benar adanya. 



Hari kedua,

Aku masih terlelap dalam euphoria kebahagiaan. Yang seketika kemudian aku teringat akan suamiku, suami yang pernah berkata kepadaku bahwa kelak di surga aku tidak akan bertemu dengan bidadari karena akulah bidadarinya. Bayangan akan suamiku terlintas saat aku melihat banyak lelaki muda yang sedang bercengkrama ditaman. Oh, dimanakah ia kini berada? Bagaimanakah kondisi tambatan hatiku? Kenapa ia tidak mengajakku bersamanya?

Kini hariku kusibukkan untuk mencari dan bertemu suamiku. Ku jelajahi pelosok surga untuk berjumpa dan memadu rasa dengan suami tercinta. Tanpa lelah bertanya kepada siapa saja yang kutemui, Aku terus melangkahkan kaki sembari berbalut kebimbangan. Tak sengaja aku bertemu Pak Badawi, aku sangat kaget melihat ia menjadi penduduk surga. “Assalaamu’alaikum Pak Badawi…? Ucapku. “Wa’alaikum salaam dik Hasna…” jawab pak Badawi.

Beberapa saat kami berdua saling terdiam, dengan memberanikan diri kupertanyakan keberadaan beliau di surga. “Pak Badawi, bukanya bapak…” belum selesai kalimat kutuntaskan Pak Badawi telah paham dengan arah pembicaraanku dan berkata, “iya dik Hasna, memang bapak adalah orang yang paling bejat didunia. Terlebih ketika bapak menjabat ketua di instansi kita dulu bekerja. Bapak sangat kejam dan tidak berperasaan kepada seluruh karyawan serta bawahan dan bapak rasa dik Hasna juga merasakan sendiri selaku petugas kebersihan ruang bapak”. Terlebih lagi, lanjut pak Badawi, “Bapak sangat suka memakan uang-uang setan dan korupsi. Dan inilah sebenarnya dosa terberat bapak. Hingga suatu saat media massa mengungkap kebobrokan bapak”. 

Sambil menerawang ke angkasa, pak Badawi melanjutkan, “itulah titik balik bapak, dik Hasna, nama bapak terpuruk, masuk bui, dipecat dan ditinggal anak isteri lebih-lebih ibunda bapak meninggal karena memikirkan kebejatan bapak. Bapak menjadi anak yang durhaka”. “Bapak benar-benar bertaubat meski masih saja orang mencibir, tak terkecuali para pendakwah agama. Tapi bapak tidak lagi peduli, bapak hanya ingin memperbaiki diri dan mendoakan keselamatan ibunda bapak karena bapak belum sempat berbakti”. 

“Tetapi diluar dugaan dik Hasna, ketika bapak dihadapkan di timbangan amal, tiba-tiba banyak sekali amal soleh yang mengaku milik bapak, padahal bapak tidak pernah mengamalkannya”. Karena merasa penasaran bapakpun bertanya kepada amal tersebut, “wahai para amal, mengapa kalian datang dan mengaku menjadi milikku sedang aku tidak pernah melaksanakan ibadah-ibadah itu?” para amal pun menjawab, “pak badawi memang aku bukanlah hasil ibadahmu tapi aku menjadi milikmu setelah Kyai Ahmad selalu mengolokmu dalam setiap kesempatan padahal pak Badawi telah bertobat dengan tobat sebenarnya” dan begitu satu-persatu amal-amal itu mengaku bahwa mereka adalah milik fulan dan fulan yang berpindah kepada bapak. Hingga bapak saat ini ada disini.

“Cerita yang luar biasa, pak Badawi” tukasku. “Inilah keadilan Tuhan kepada bapak”, aku mengimbuhkan. “Tapi dik Hasna, mengapa adik seperti mondar-mandir di surga ini? Tanya pak Badawi. “Iya pak, saya sedang mencari suami saya, Budi. Apakah bapak mengetahuinya?. “Maaf dik, bapak tidak mengetahui keberadaan budi, tapi coba adik tanyakan kepada malaikat yang menjaga pintu ini. Siapa tahu ia tahu daftar keberadaan suami adik”. Bantu pak Badawi. “Trimakasih pak, saya segera kesana. Wassalamu’alaikum”. Segera aku bergeras ke petugas pintu surga.

Sesampai di pintu surga aku segera menghampiri malaikat penjaga surga lalu mengucap salam dan bertanya , “Wahai malaikat, apakah penduduk disurga ini ada yang bernama Budi bin Jaya, suami saya? “Maaf saudari Hasna, di surga ini tidak ada penduduk dengan nama yang anda maksud?”. “Kenapa bisa begitu, dia kan suami saya?” tukasku. Dengan sangat sopan malaikat tersebut menjelaskan, “memang begitu saudari Hasna, di surga ini masing-masing hanya memperoleh jatah pahala sesuai amalannya”. “Jika boleh bertanya apakah dulu ketika di dunia apakah ibadah suami saudari lebih baik dari saudari?”. “Jelas iya, malaikat. Ia adalah imamku yang selalu menuntunku untuk selalu beribadah dengan baik” sergahku. “ Jika demikian halnya, bisa jadi suami saudari Hasna berada di surga dengan level yang lebih tinggi”. Mendengar pernyataan malaikat ini hatiku sedikit lega. “Sebaiknya saudari Hasna pulang dulu dan besok dating lagi, akan saya carikan data keberadaan suami saudari”. “Trimakasih malaikat, salamu alaikum”. Aku pun pulang dengan keceriaan.

Hari ketiga,

Sembari berdendang disepanjang jalan, aku langsung menuju pintu gerbang surga agar mengetahui dimanakah suamiku berada. Belum sempat aku bertanya, malaikat sudah mencegat dan sangat hati-hati menyampaikan berita kepadaku. “saudari Hasna, dengan penuh penyesalan saya sampaikan bahwa ternyata suami saudari sekarang sedang mendekam di neraka” kata malaikat. “Tidak mungkin, dia adalah lelaki yang sholih, kami susah senang bersama, kami sangat sering beribadah bersama dialah imam dan pembimbingku”. Sergahku kepada malaikat. “Itulah kebijaksanaan Tuhan saudari Hasna, dan Tuhan maha mengetahui yang tampak dan yang tidak tampak”. Malaikat mencoba menetralisir.

Sambil menguasai diri aku memberanikan diri untuk bertanya kepada malaikat, “wahai malaikat, apakah aku bisa membesuk suamiku ke neraka?”. “Untuk masuk saudari tidak bisa karena saudari tidak akan kuat dengan hawa didalamnya. Tapi saudari dapat berkomunikasi melalui luar pintu neraka”. “datanglah keneraka itu dan mintalah ijin kepada malaikat penjaga neraka”

Sampailah aku di depan pintu neraka dan nampaklah dua malaikat bengis yang menghadang, “apa keperluanmu dating kemari?”.” A..Anu malaikat, saya ingin bertemu dan berbicara dengan suami saya, Budi bin Jaya”, ucapku aga grogi. Beruntung, malaikat ini memfasilitasiku. Dari kejauhan dibalik pintu neraka aku melihat sosok yang hampir tak kukenali lagi. Itu kan.. Kang Budi.., “Kang, itu bener kang Budi?” selidikku. “Iya, ini aku Hasna..Budi” rintih kang Budi. Air mataku pun berderai, tak percaya atas apa yang terjadi..“Kang budi koq sampai disini? Bukannya Akang adalah imamku, yang selalu membimbing dan mengingatkanku bila aku sedang lemah? Bukankah akang berjanji akan menjadikanku bidadarimu di surga? Bukankan ibadah akang sehari hari jauh lebih hebat dari ibadahku? Tapi mengapa akang malah berada disini?” serentetan pertanyaanku memberondong suamiku karena aku tidak rela. Jika suamiku di neraka seharusnya akulah yang lebih dahulu masuk, karena aku adalah orang biasa saja sedangkan suamiku adalah tokoh ummat dan tokoh masyarakat, dialah tempat mengadu dan bertanya masyarakat.

“Maafkan aku cintaku.. meski kata maaf sudah tidak ber mukjizat lagi disini, tapi aku perlu sampaikan ini kepadamu Hasna..” Rintih budi. “Maafkan akangmu yang tidak bisa merealisasikan cita-cita keabadian cinta kita..” “Ini semua adalah kesalahan akang.. Selama hidup akang beribadah sesungguhnya hanya riya, ibadah akang hanya untuk manusia, agar akang dinilai menjadi orang sholih.. Akang hanya ingin dilihat Hasna sebagai imam yang sholih dalam keluarga… dan satu hal lagi Hasna,  selama hidup bersama akang telah munafik. Akang terlalu mengekangmu dengan menggunakan dalil dalil agama pada hal-hal yang tidak dilarang Tuhan. Sebenarnya itu bukan berasal dari pemahaman akang tentang agama..Tapi hal itu karena akang malas bekerja dan berusaha sehingga akang tidak sanggup memenuhi hajat-hajat dunia kita.. Tapi Hasna, satu hal yang Hasna harus mengerti, bahwa cinta akang kepada Hasna adalah cinta yang penuh ketulusan karenaNya dan itulah yang paling jujur… Oleh karena itu Hasna, aku minta keridhoanmu atas semua kelakuanku padamu di dunia, meski di tempat ini ridho sudah tidak lagi bermakna…”

“Kang Budi, dengan kejujuran cinta akang saja aku telah ridho….toh kita sudah lewati semua” Sahutku pada saat kepiluanku terasa menyayat.. “Keridhoanku ini akan aku sampaikan kepada Tuhan..Karena aku tidak rela ada bidadari selain diriku…”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Empat Hal Yang Membuat Manusia Mudah Diganggu Jin

Jin sangat mudah masuk kedalam tubuh manusia yang mempunyai perangai sebagai berikut :  Senang Marah-marah Yang Berlebihan Terjeremb...