Om telolet om..Om Telolet om..
sekelompok anak kecil yang berjajar dipinggir jalan meneriaki bus yang lewat
dengan kalimat tersebut berharap sang sopir memencet klakson nya. Tak ayal
ketika sopir memencet klakson sontak mereka berteriak kegirangan. Tanpa sengaja
aktivitas anak-anak ini menjadi viral di medsos karena ada yang mengupload
videonya. Tak berselang lama, tidak hanya anak kecil yang ber TELOLET OM,
beberapa kelompok remaja bahkan sampai polisi juga tak mau ketinggalan andil. Saking
viralnya dengan hastag bertebaran di dunia maya orang luar negri pun mulai pada
ikut-ikutan. Sebagian kita pun bangga.
TELOLET menjadi sarana yang cukup
ampuh untuk keluar sejenak dari hiruk pikuk perdebatan tanpa arah dan tanpa
ujung antar kubu yang saling berseteru. Akun pro rezim dan kontra rezim kecuali
akun abal2 tentunya saling memasang DP “OM TELOLET OM”. Meski di akhir-akhir
ini banyak muncul meme menjadi “OM TELAT
OM” dan beberapa meme lainnya. TELOLET juga menjadi semacam sebuah oase di
padang pasir nan gersang. Meski oase itu bisa jadi adalah sebuah fatamorgana.
Banyaknya lapisan masyarakat yang
begitu menikmati TELOLET ini menunjukkan adanya semacam kejenuhan hidup pada banyak
lapisan masyarakat dalam menikmati kehidupan bernegara. Bisa jadi ini terjadi
karena tidak semua lapisan masyarakat mengetahui posisi bangsa ini sekarang ada
dimana dan mau melangkah kemana. Bisa jadi ini terjadi karena pemerintah kurang
gigih dalam mensosialisasikan jati diri bangsa, dimana posisi sekarang dan mau
dibawa rakyat melangkah. Sehingga kesan yang muncul adalah permainan citra
belaka. Bisa jadi kejenuhan itu yang meningkat hingga pada tingkatan muak
karena perselingkuhan media yang butuh ngepul dapurnya dengan segelintir pihak
yang ingin terlindung kepentingannya. Sehingga perdebatan, perseteruan hingga
kejadian-kejadian yang terjadi di Negara ini hanya berpola itu-itu saja. Tentu kita
semua jenuh dan bosan.
Tentu kita harus segera keluar
dari lingkaran ini jika kita tidak ingin terpuruk. Karena TELOLET pun sebentar
lagi menjadi bagian pertempuran dua kubu setelah sesaat mereka menikmati
bersama. Sama halnya dalam kehidupan bernegara kita, pemerintah pun harus
merubah pola dan gaya pemerintahannya dan pada saat yang bersamaan rakyat juga
harus merubah persepsinya. Karena walau bagaimanapun pemerintah terpilih adalah
gambar dari rakyat yang memilihnya. Pendekatan citra dalam bekerja sudah tidak
tepat lagi bagi pemerintah karena citra akan memunculkan variasi terjemahan
dari berbagai persepsi. Padahal persepsi yang terlalu diagungkan akan membawa
kepada pertentangan antar persepsi yang pada muaranya mengarah kepada konflik horizontal.
Dan itu kita semua tidak menginginkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar