Fenomena Pacar Posesif
Pacar Posesif |
Sebagian orang mengambil langkah untuk memiliki pacar dalam rangka untuk
menuju jenjang pernikahan. Sebagian yang lain lagi motivasi memiliki pacar
adalah untuk mengejar “status” agar tidak dikira tidak laku. Apapun motivasi
dari pacaran tersebut, tentu membawa kepada dampak positif dan negatifnya. Jika
dampak itu lebih banyak yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, maka pacaran
tersebut tergolong kepada pacaran yang sehat, namun jika yang terjadi adalah
sebaliknya, maka jelas jalur pacaran yang ditempuh menjadi tidak sehat.
Artikel kali ini akan membahas tentang bagaimana cara memahami penyebab
pacar terlalu posesif. Setelah dapat
memahami penyebabnya, kita akan menjadi tahu cara mengatasinya. Siapapun kita
tentu tidak menginginkan mempunyai pacar yang kelewat posesif, karena secara
otomatis kemerdekaan kita menjadi terampas dan lebih parahnya bukannya
mendapatkan kebahagiaan dengan pacar malah justru sebaliknya. Kita menjadi
tertekan dan bahkan bisa depresi. Parahnya, kita mengetahui pacar itu posesif
atau tidak setelah kita meng-iyakan untuk mau jalan bareng pacaran. Misalkan
kita sudah mengetahui jauh-jauh hari sebelumnya tentu kita dengan akal sehat
yang dimiliki tidak akan mau melanjutkan hubungan pertemanan ke jenjang
pacaran.
Nasi telah menjadi bubur, kita punya pacar yang terlalu posesif. Memang
sih, sang pacar romantis, mau memfasilitasi dan perhatian. Namun bersamaan
dengan itu semua dia tidak ingin lengah sedikitpun mengawasi kita, tentu posisi
ini sangat sulit bagi kita. Disatu sisi kita masih mencintainya bahkan sangat,
namun disisi lain kita menjadi terkekang dan tidak bisa berkembang. Tentu
sebagai manusia modern kita tidak boleh begitu saja menyerah dengan keadaan
yang sedang kita alami. Semua problematika yang dihadapi pasti akan ada jalan
keluarnya.
Penyebab Pacar Jadi Posesif
Sebelum membahas cara-cara mengatasi pacar yang posesif, tentu kita perlu
mempelajari apa penyebab dari munculnya sifat posesif pada pacar.
Pertama, pengalaman masa lalu sang pacar.
Pengalama masa lalu ini terbagi menjadi dua, yaitu pengalaman disakiti
pacar dan pengalaman menyakiti pacar.
Seseorang yang pernah ditinggal ngelaba sang pacar tentu merasa sangat
sakit hati. Ia tidak ingin mengulangi kejadian pahit itu dengan lebih ketat dalam
mengawasi gerak gerik sang pacar. Sama halnya dengan pengalaman menyakiti orang
lain. Bisa jadi orang ini sudah sadar dan ingin membina hubungan dengan baik,
namun ia tidak ingin karma itu kembali kepadanya. Dengan bekal pengalaman masa
lalu ia menerapkan sejumlah antisipasi atas peluang cheating yang dilakukan
sang pacar.
Kedua, over ekspektasi dari sang pacar
Bisa jadi pacar terlalu posesif juga disebabkan oleh kenyataan bahwa sang
pacar mempunyai sikap/manner, kecantikan dan kepribadian yang diatas ekspektasi
sebelumnya. Secara bawah sadar keadaan tersebut akan mempengaruhi psikologis
untuk mengawal dengan ketat keberadaan sang pacar agar tidak lepas ketangan
orang lain. Sang pacar merasa jika dia lengah akan bisa sangat kehilangan dan
itu merupakan mimpi buruk baginya.
Ketiga, Kesenjangan status sosial sang pacar dengan si doi
Status sosial yang terpaut jauh, seperti tingkat kekayaan, tingkat
pendidikan, tingkat pergaulan akan mempengaruhi tingkat posesifnya sang pacar.
Sebagai contoh, salah satu pasangan yang mempunyai daya intelektualitas yang
lebih rendah akan cenderung menggunakan pressure dalam berkomunikasi untuk
menunjukkan superioritas karena tidak mampu berdialektika secara lebih elegan.
Sama halnya ketika salah satu pasangan berasal dari komunitas menengah keatas
sedangkan yang lainnya biasa-biasa saja. Dalam kondisi ini untuk menunjukkan
“kepemilikan” sang pacar akan menggunakan pressure nya dihadapan kolega
pasangan agar dapat dilihat lebih berkuasa.
Keempat, Merasa bahwa berhak atas segalanya dari sang pacar
Menjadi pacar bagi sebagian orang dipahami sebagai penguasaan penuh atas
pacarnya. Meskipun konsep ini keliru, namun itulah yang terjadi dilapangan.
Tidak hanya masalah kepemilikan saja, ada juga pemahaman yang keliru mengenai
otoritas kebebasan berekpresi antar sejoli. Banyak yang baru dalam tahap
berpacaran namun perilakunya melebihi hubungan suami-isteri dalam keluarga.
Sang perempuan disuruh mencuci, memasak, dan meladeni hal-hal lainnya yang
belum tentu itu terjadi dalam pola hubungan suami isteri. Tentu pemahaman
seperti ini sangat kelewat batas meski ini nyata terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar