Ini adalah cinta. Cinta yang sesungguhnya, sebuah pergulatan perasaan seorang anak manusia yang mendekatkan dia dengan Rabbnya. Tanpa harus tahu dan peduli kedekatan itu berupa keluhan, rintihan atau luluhan air mata seorang yang sedang gundah oleh perasaan. Perasaan yang tidak pernah menipu dan tidak pernah dipancing-pancing untuk menghampiri. Sebuah perasaan yang katanya setiap orang pasti merasakan dengan kadar yang berbeda-beda. Baru kusadari betapa hidup sehari-hari bisa diombang ambing oleh senang yang luar biasa secara tiba-tiba atau perasaan sakit dihati yang tak terperi tanpa tahu pasti apa penyebabnya.
Yaa.. Allah baru kali ini aku menulis diary-ku dengan tulisan seperti ini. Sebuah diary atau buku agenda tepatnya yang biasanya berhiaskan agenda-agenda dakwah kali ini harus terkotori ataukah (terhiasi-sungguh tak ku mengerti) dengan kisah cengeng yang tak bisa aku mencegah tangan ini untuk terus menggores dan menggores pada tiap lembarnya. Ia terus mengalir bersama kesedihan dan rasa kecewa yang bertubi-tubi. Kekecewaan yang sebenarnya tidak tepat untuk dilampiaskan, tapi ini adalah permasalahan hati yang menembus batas-batas rasionalitas. Logika akan sangat sulit menerima, meskipun tak jarang orang lain menganggap enteng dengan masukan-masukan yang diberikan. Namun, aku tak yakin kalo orang yang memberi nasehat itu terjerat kondisi yang sama akan dapat mudah menyelesaiakan sebagaimana anjuran yang biasa ia sampaikan.
Telah sepekan lebih perasaan ini begitu tidak menentu, hilanglah semua selera. Setelah walimah itu, ya, walimah akhinal karim Budi pada tanggal 6 mei 2008 silam. Sebut saja Budi Nugroho ketua LDK kampusku yang sangat terkenal itu, ikhwan yang punya tempat tersendiri dihati. Wallahi, aku tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk memberikan ruang sedikitpun dihati ini. Ia hadir begitu saja, bahkan secara tiba-tiba menguasai seluruh ruang kehidupanku. Pak Bud, panggilan akrabku kepadanya, kini telah secara sah menjadi milik orang lain. Orang lain yang tak lain adalah Mba Yuni, kakak yang telah membimbingku menuju jalan islam, jalan yang aku yakini kebenarannya.
Ah.. posisiku semakin sulit dan semakin bingung harus bagaimana. Aku menjadi rikuh kalo ketemu dengan Mba Yuni dan sangat khawatir jika berpapasan dengan Pak Bud-ku. Karena perasaan itu masih ada dan selalu akan ada tanpa tahu kapan akan berakhir. Disatu sisi aku takut rahasiaku dengan Tuhan ini akan terbongkar, namun disisi lain aku juga tidak mempunyai alasan untuk tidak rela jika mba yuni mendapatkan pak budi karena memang beliau pantas mendapatkannya. Allahu akbar… mengapa istighfar-istighfarku tidak kunjung menentramkan jiwa ini? Mengapa aku terlalu lambat dalam merespon hal ini? Sungguh bodohnya aku sehingga harus terjerat dengan romantika yang rumit.
Banyak orang mengatakan perkara yang sedang kualami ini adalah indikasi terinfeksinya virus merah jambu (VMJ) dan harus dilemahkan. Tapi aku menolaknya, ini bukanlah virus merah jambu, ini adalah berkah atau apa sajalah yang semacam dengannya. Tak pernah terbersit sedikitpun dihati ini untuk berbuat kemaksiatan, tak pernah ada niatan untuk menggoda, apalagi selalu ingin disampingnya dalam kodisi yang tidak halal, seperti anak muda kebanyakan. Selalu kujaga diriku dari segala bahaya dipagi hari ataupun sorenya dengan amalan-amalan yang telah diajarkan kepadaku. Aku tetap meyakini ini bukan VMJ meski sangat sulit untuk mendeskripsikannya tentang apa sebenarnya.
Memang aku tidak pernah satu forum dalam aktivitas ke-kampus-an dengan ikhwan yang satu ini. Hanya saja pernah sekelas selama dua semester ketika kita ngambil mata kuliah yang sama. Dari pertama ketemu kutemukan suatu hal yang lain pada dirinya. Suatu hal yang terkait erat dengan perasaan, rasa tenang, rasa nyaman, keteduhan dan kesejukan. Meskipun beberapa kali kutemui pak Bud sedang memegang corong sambil berteriak garang di depan gerbang utama kampus. Tak kuperhatikan secara jelas sesungguhnya apa yang sedang ia teriakkan dengan suara lantang itu. Yang jelas, tetap saja seisi ruang kelas menjadi terasa damai dan nyaman ketika Pak Bud ada didalamnya. Suasana yang sangat berbeda denganku yang selalu bergelut dengan buku-buku, diskusi keilmuwan serta membimbing adik-adik angkatan agar bisa menyelesaikan tugas mata kuliah tertentu yang biasa menjadi momok mereka. Atau jangan-jangan mba yuni dinilai lebih berhak dapat pak Bud-ku gara-gara aku tidak sehebat mereka untuk turun dan orasi dijalanan??
Sengaja beberapa kali aku memandangnya dengan pandangan yang sama dengan aku memandang teman lainnya. Pernah suatu saat kucoba untuk menundukkan pandangan dengan arti yang sebenarnya, namun ternyata hati ini semakin bergejolak dan dada berdegub sangat kencang yang memaksa aku untuk keluar kelas pada sesi itu. Memandang seseorang juga menjadi tahu apa yang sedang terjadi pada orang tersebut. Pernah suatu saat ketika matakuliah akuntansi biaya sungguh terlihat di mimik teduhnya bagaimana “o on nya” pak bud ku glagepan ngerjakan kuis. Sungguh merasa iba aku dibuatnya, banyak amal kebaikan yang ia perbuat. Namun kadang-kadang harus kandas di realitas kehidupan kelas. Membantunya membuatku menjadi mempunyai kepuasan tersendiri, ketimbang membantu temen lainya yang suka ugal-ugalan.
Aku akui dia tetaplah manusia biasa yang tidak mungkin sempurna. Ketika mempunyai kelebihan disatu sisi, pasti ada kekurangan disisi lain. Betapa senangnya aku jika pak bud datang kepadaku untuk meminta bantuan menyelesaiakan berbagai macam soal. Meskipun sebenarnya tanpa disuruhpun aku sangat ingin membantunya apapun yang ia butuhkan terkait dengan studi. Tapi aku takut jika aku yang nawarin duluan, niat bisa berubah ditengah jalan. Bahkan jika pak bud sudah dijelaskan ko masih belum jelas juga mending aku pinjemin buku ke dia daripada berlama-lama dengannya meskipun diruang kelas yang masih rame. Aku masih punya Tuhan. Tuhan yang selalu mengetahui gerak-gerik setiap hambanya. Tapi aku selalu berharap keadilan Nya berpihak kepadaku dalam hal ini.
Dalam dua semester, tidak lebih dari tigabelas kali aku berinteraksi dengannya. Tak lebih dari empat buku diktat perkuliahan yang sempat dipinjamnya dariku. Meskipun hanya sedikit sekali berinteraksi, namun serasa mempunyai kualitas yang sangat luar biasa. Apalagi dengan suara agak “medok”-nya yang memanggilku ukhti lina disaat yang lain memanggilku olin karena memang namaku Karolina. “jazakillah ukhti lina atas bantuannya atau afwan ukhti lina, bisa mengganggu waktunya sebentar tidak?” dua kalimat standar yang sering diucapkannya kepadaku yang membuat aku terlalu bahagia untuk menjawabnya.
Sebenarnya jika mau jujur, perasaan ini muncul bukan tanpa alasan. Aku merasa “klop” jika sedang berinteraksi dengannya. Bahkan aku menduga itu juga terjadi padanya, bahasa tubuh tidak akan pernah berbohong, sorot mata, mimik muka, intonasi suara, helaan nafas dan gerakan bahu semua mengarah kepada cocoknya kita berdua. Tidak hanya itu saja, kondisi ini telah sering aku konfirmasikan ke Tuhan melalui sholat istikhoroh yang telah berkali-kali itu. Dan indikasinya adalah positif! Menurut keyakinanku tentunya.
Sekarang semua tinggallah kenangan (duh jd melo bgt nih..?), tidak ada lagi hal yang akan bisa dikenang apalagi harapan untuk bisa dekat lagi meskipun sekedar menyapa. Tapi… kok aku selalu merasa aneh jika melihat buku akuntansi biaya itu. Buku yang aku taruh di rak atas pojok kiri paling dekat dengan computer yang aku bisa meraih setiap saat untuk sekedar memegangnya. Buku terakhir yang dipinjam oleh pak bud empat bulan yang lalu. Sungguh aneh pak bud saat mengembalikan buku itu. Tak seperti sebelum-sebelumnya, password “jazakillah ukhti lina atas bukunya” tidak terdengar. Bahkan buku tersebut seperti dilemparkan ke bangku kursi sembari sikap salting yang ditunjukkannya. Pak bud sempat mondar-mandir kala itu, tapi aku tak berani untuk menanyakan kegundahan apa yang sedang menyelimutinya.
Buku itupun segera kuraih, seperti biasa, tapi kali ini aku mencoba membuka setiap lembarnya. Ah.. kertas catatan apa ini?? Seperti catatan singkat seseorang, seperti tulisan pak Bud.
Assalaamu’alaikum Wr. Wb
Ba’da tahmid dan sholawat, aku berlindung kepada Alloh dari kejahilan dan seluruh kezaliman yang telah, sedang dan akan kuperbuat. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda : orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaqnya dan sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada istrinya (HR. Tirmidzi)
Kepada ukhti lina, sebelumnya afwan jiddan jika jadinya begini. Terus terang ana saat ini sedang dalam kegalauan. Sudah saatnya ana untuk segera menggenapkan separuh din ini. Ana berharap langkah tersebut menjadi bagian dari ishlahunnafs menuju insan al kamil. Ana sudah komunikasikan tentang rencana ini ke orang tua dan alhamdulillah mereka telah menyetujuinya. Hanya saja ketika ditanya siapakah calon yang bakal menjadi pendamping ana belum bias menjawabnya.
Ana berharap kepada anti untuk bisa menemani ana mengarungi bahtera kehidupan dalam sebuah biduk rumah tangga yang kokoh dan selalu mengharap keridhaan Allah. Namun, hanya sebatas risalah ini ana berani komunikasikan. Ana wakalahkan seluruh isi hati melalui risalah ini. Dan semuanya ana serahkan kepada Allah SWT. Jika anti tidak berkenan, ana mohon maaf sebesar-besarnya .
Wassalamu’alaikum wr.wb
Yaa. Allah yaa.. karim.. yaa. Muqollibal Quluub tsbbit qolbi ‘alaa diinik.. seluruh persendian ini menjadi tidak berdaya setelah membaca
surat
itu. Ternyata pak bud punya perasaan yang sama terhadapku. Tapi mengapa dia tidak jantan?? Tapi mengapa juga aku tidak ungkapkan langsung saja perasaan ku kepadanya?? Berdosakah jika aku menyatakannya?? Tapi sekarang sudah terlambat… oh, tidak, apakah aku harus sampaikan ini kepada mba yuni?? Siapkah beliau jika adiknya ini dikemudian hari menjadi madunya…