Kamu kan belum sunat?

Oleh : Muhammad Dikyah Salaby Ma'arif


Ini adalah sebuah kisah nyata yang cukup menggelitik sekaligus agak miris bila ku mengenangnya. Suatu saat di waktu sholat maghrib, biasanya aku sholat berjamaah di musholla perumahan disamping rumahku. Mushola deket rumah ku itu terkenal dengan keterlambatannya, maka aku namai mushola karet. Jika masjid dan mushola yang lain udah dikumandangkan iqomah tanda sholat dimulai, belum tentu mushola deket rumahku itu sudah azan. Ya mungkin bisa jadi karena penduduk perumahan empunya mushola rata-rata sibuker (alias orang-orang sibuk)

Mayoritas penduduk perumahan deket rumahku itu adalah bapak-bapak muda yang rata-rata usianya 35 tahunan. So pasti mereka masih sangat enerjik bekerja mencari nafkah untuk anak isteri mereka. Bahkan saking enerjiknya beberapa diantara mereka cari duit di Jakarta trus wikennya di rumah (padahal kalo liat yang beginian jadi ngeri sendiri, soalnya isteri Cuma dikasi sehari dalam seminggu, lha sisanya dikasih ke sapa?? Apalagi kalo denger crita-crita tentang istri simpanan..ah au ah.. knapa ngelantur sampe kesini?)

Nah critanya begini.. kebetulan waktu itu aku agak terlambat pulang karena ada pekerjaan tambahan di kantor. Belum lama istirahat dirumah, ternyata udah azan maghrib. Trus di mushola perumahan deket rumahku itu belum juga ada yang azan. Karena masih agak capek, aku berencana menunggu aja siapa yang azan. Selang beberapa saat ada suara kecil yang melengking dari lotspeker mushola deket rumahku itu. Suara akmal anak kelas 3 SD yang sangat aku kenali, biasa aku juga suruh akmal azan kalo udah tiba waktu sholat meski ia sedang bermain.

Lagi-lagi karena masih lesu, aku masih menyantap donat sama segelas air sembari menunggu iqomah. Ketika sudah dikumandangkan iqomah barulah aku beranjak ke tempat wudhu dan bergegas ke mushola. Betapa kagetnya aku ketika sampai di mushola, bukan karena aku terlambat. Tapi karena yang sholat/jamaah yang ada semuanya anak-anak, dari imam sampai makmum. Yang tertinggi dari mereka baru kelas empat SD, imamnya si fadli anak SDIT kelas tiga. Pada saat itu aku malu pada diriku sendiri karena “kalah” dengan anak-anak kecil dan bangga dengan mereka karena mereka telah mampu mengelola organisasi mereka sendiri secara mandiri (azan, iqomah, imam, makmum dan satu hal yang terpenting selama mereka sholat berjamaah sekitar 12an anak, tidak ada yang rebut).

Disatu sisi aku sangat menyadari kalo fadhli belum sah untuk menjadi imam karena dia belum baligh, tapi disisi lain aku tidak bisa menjadi makmum dari si fadli. Akhirnya aku hanya berdiri disamping anak-anak karena tidak tega membubarkan organisasi mereka yang telah rapi itu dengan harapan aku akan membentuk jamaah gelombang dua setelah mereka selesai. Namun pada pertengahan rokaat kedua ketika fadli membaca akhir dari surat alfatihah tiba tiba muncul bapak muda yang biasa mengimami di mushola tersebut. Tiba-tiba bapak muda itu nyelonong di samping fadli dan menginterupsinya dengan kata : “he, kamu kan belum sunat. Ayo minggir”, sontak anak-anak yang jadi makmum langsung tertawa setengah menghina sambil menunjukkan telunjuk mereka kearah fadli. Betapa malunya fadli kala itu sambil berkata : “iya kan..aku belum boleh jadi imam”. Padahal sebelumnya aku memperhatikan fadli dan jamaahnya menegakkan sholat secara serius.

Jamaah pun berganti paksa, bapak muda itu mengambil alih kendali imam. Melayang-layang di otakku, mengapa bapak itu begitu saja menginterupsi fadli. Bukannya dia yang dating telat? Kenapa tidak bersabar untuk dua atau tiga menit lagi?? Apakah tidak terpikir olehnya pengalaman traumatic seorang anak yang sedang berproses menjadi seorang leader? Memang benar anak yang belum mukallaf/baligh tidak dapat menjadi imam bagi orang dewasa/mukallaf, tapi perlu ada win-win solusi. Aku sangat sedih ketika melihat mimic muka fadli ketika di olok2 oleh teman2nya yang beberapa detik sebelumnya mereka adalah jamaah fadli. Semoga fadli tidak kapok menjadi imam lagi.

Suamiku Hobi Selingkuh

Sebut saja namaku maya, usiaku masih tergolong muda 22 tahun. Dua tahun lalu aku menikah dengan seorang laki-laki bernama Robert. Semula kami beda agama, namun sesaat sebelum menikah Robert menyesuaikan agama seperti agama yang ku anut, islam. Entah setan apa yang merasuki tubuhku saat itu, mengapa aku mau begitu saja diajak pacaran sama Robert. Mungkin aku hanya tertarik sama ketampanan yang dimiliki Robert. Memang, aku hanyalah seorang wanita biasa yang mudah tertarik dengan wajah ganteng dengan body yang mantap.

Robert adalah sesosok pemuda yang mempunyai wajah yang tampan dengan jenggot tipis di dagunya, kulit putih, dada bidang, tidak terlalu jangkung juga tidak terlalu pendek. Ditambah pakaian sporty yang selalu ia kenakan sudah pasti membuat cewek-cewek senang meliriknya, termasuk aku. Bahkan ketika pacaran aku sudah biasa merelakan mahkota ku untuk dinikmati Robert yang waktu itu nota bene bukan apa-apaku selain sebatas pacar. Keprawananku saja udah kuserahkan dengan sukarela kapanpun dan dimanapun, apalagi yang lainnya. Ternyata waktu terindahku dengan Robert adalah ketika pacaran, itupun hanya kebahagiaan semu karena semua masih tergantung sama orang tua.

Sewaktu aku pacaran dulu sebenarnya orang tuaku sudah sering mengingatkan untuk berpikir ulang melanjutkan kejenjang pernikahan dengan Robert. Saat itu orang tua beralasan ia punya keyakinan yang berbeda dengan keyakinan yang aku dan keluargaku anut. Tapi saat itu aku tetep ngotot dan bersikeras bahwa aku harus membela perasaanku tanpa mempertimbangkan masukan orang tua dan saudara-saudaraku. Bahkan aku dapat menunjukkan ke orang tua bahwa Robert mau menyesuaikan keyakinannya dengan keyakinanku. Belakangan aku baru sadar, ternyata alasan orang tua tentang beda keyakinan hanyalah alasan yang cukup netral yang disampaikan orang tuaku agar aku tidak memberontak, ternyata orang tuaku mengkhawatirkan tidak sekedar beda keyakinan tapi lebih kepada keselamatanku kelak. Karakter Robert telah terbaca orang tuaku sebelumnya.

Dan ternyata benar, sesaat setelah menikah tidak ada lagi kemesraan, cumbu rayu, apalagi malam pertama (emang keperawananku dah hilang sejak dulu). Malam pertama setelah pernikahan, perutku telah terisi calon bayi yang kelak jadi anakku. Sejak saat itu aku langsung tahu Robert yang sesungguhnya. Robert yang hanya doyan keperawanan, Robert yang tidak pernah mengerti perasaan, Robert yang tidak pernah belajar bertanggungjawab. Robert yang hobinya kabur, melarikan diri dari permasalahan yang mendera. Dan yang paling parah, ternyata baru kutahu ia adalah Robert yang hobi berselingkuh.

Bayangkan, betapa sakitnya hati seorang isteri yang sedang hamil ditinggal selingkuh suaminya. Suami yang baru akan mempunyai anak pertama. Luar biasa!!! Tidak tampak keceriaan sedikitpun dimuka Robert kalo dia akan punya anak. Entah apa yang ada dibenaknya, mengapa ia tidak seperti calon bapak yang lain?? Suatu malam ketika Robert terlelap tidur ring SMS dari HPnya berbunyi, sebagai isteri yang penasaran kubuka SMS tersebut. Betapa kagetnya aku, sebuah SMS berbunyi :”yang, besok kalo aku maen ke Jogja lagi kamu siap puasin aku ya?’’. Saat itu juga aku bangunkan Robert, apa maksud SMS tersebut. Dengan enteng dia jawab : “oh, itu kenalanku. Maklum aja.. dia udah janda makanya SMSnya gitu..” Bagaikan tersayat-sayat hatiku pilu, sakit yang tak terperi. Sudah begitu Robert tanpa ba..bi..bu..langsung molor lagi. Aku masih mencoba untuk berpikir positif, mungkin Robert punya sifat yang kurang bertanggungjawab karena kami masih menumpang dirumah orang tuaku, sehingga masih banyak hal yang ditanggung oleh orang tua.

Dengan pendapatan yang ada, kami mencoba untuk hidup mandiri tinggal disebuah rusunawa dipinggiran kota dekat Kantor Robert. Beberapa hari kami jalani seolah aku akan mendapatkan titik terang dalam menjalani keluarga bersama. Kami mendapati tetangga depan kamar yang cukup ramah, ia bernama LIA. Sama seperti ku LIA saat itu sedang hamil anak pertamanya. Aku, Robert dan keluarga LIA sangatlah dekat, selain karena factor kedekatan rumah tinggal juga karena sedang sama-sama hamil untuk anak yang pertama. Kedekatan itu semakin seperti keluarga, tak jarang kami bertiga pergi bersama bahkan suatu waktu kami nonton pertandingan futsal bareng. Semula aku tidak menaruh curiga sama sekali mengenai hubungan Robert dengan LIA.

Tapi suatu saat tetangga-tetangga yang lain mengingatkan serta memberitahuku kalo Robert ada main dengan LIA. Ah, mana mungkin suamiku ada main sama isteri orang, hamil lagi. Semakin lama aku semakin ga enak dengar bisik-bisik tetangga rusunawa-ku yang ngomongin Robert, seolah aku adalah wanita yang paling goblok diseluruh dunia. Akhirnya, akupun menguatkan diri bertanya ke sekuriti apakah Robert sering pulang ke rusunawa ketika aku pergi kerja? Diluar dugaanku, ternyata sang sekuriti bilang : “Maaf ya mba sebelumnya, sebenarnya mas Robert itu sering pulang kesini kalo pas jam istirahat. Bahkan saya sendiri sering liat mas Robert masuk ke kamar LIA tapi saya ngga tau dia ngapain didalam soalnya pernah saya ikutin trus coba buka pintunya tapi ternyata dikunci”. Hahh.. bagaikan tersengat listrik tegangan tinggi, tubuhku kaku untuk beberapa waktu, panas dingin bercampuraduk. Kurang ajar!! Kali ini aku sudah tidak lagi dapat melihat kebaikan sedikitpun pada diri suamiku. Tidak perlu lagi ditanyakan apa yang diperbuat seorang laki-laki dengan seorang perempuan didalam kamar terkunci dan itu dilakukan berulang-ulang.

Lia..lia.. kenapa kamu tega-teganya melukai persahabatan kita. Kenapa juga kamu tega khianati suami bahkan jabang bayi yang ada di perutmu? kenapa kamu tidak pernah memikirkan kepercayaan juga perasaanku? Kenapa aku berkalang dengan perbuatan-perbuatan penduduk neraka? Apakah ini azab atau ujian bagiku?
Akupun mempertemukan LIA, Robert, juga suami LIA untuk mengclearkan permasalahan. Dengan berdalih Robert yang suka merayu, LIA mengakui kelakuan mereka berdua. Dan lagi-lagi aku tidak cukup kuat untuk berbuat tegas kepada Robert, entah apa penyebabnya. Akupun mengadu ke ayahku tentang kelakuan Robert, saat itu juga ayahku menjemput pake mobil dan langsung mengangkut perabotan juga pakaianku dibawa pulang kerumah orang tuaku. Aku sudah tak lagi mengerti diriku, aku hilang kendali, linglung tidak tahu harus berbuat apa. Yang kutahu hanyalah aku adalah wanita bodoh yang sedang hamil yang tak tahu arah hidup.

Tiga hari aku merasa sedikit tentram dirumah orang tuaku, meski berusaha untuk meninggalkan kenangan buruk dan tidak bisa. Tiba-tiba Robert muncul lagi dan kali ini aku merasa muak, mual, jijik melihat mukanya. Tapi aku bingung harus berbuat apa, apakah aku harus mengusirnya? Padahal ia adalah suami dan calon ayah sah dari bayi yang aku kandung? Aku tidak bisa bertindak dan bersikap, mungkin itu kelemahanku. Untung orangtuaku selalu melindungiku meski berapa kali aku mendurhakainya dan aku menyesal atas perbuatanku itu. Ternyata orang tuaku sudah siap dengan secarik kertas dengan beberapa poin perjanjian yang intinya Robert berjanji akan menyayangiku dan tidak berselingkuh lagi. Dan sebagai konsekuensinya akupun memaafkan segala perbuatan yang telah dilakukan Robert dan hidup rukun kembali. Perjanjian itu terasa berat bagiku karena aku telah mencoba untuk berpikir positif tentang Robert.

Tapi sekali lagi aku harus mencoba kembali membuka diri untuk Robert meski kali ini sudah terasa hambar. Dan benar saja kebersamaan itu hanya hanya berusia 1 bulan. Lagi-lagi aku menemukan SMS mesra di HP Robert: “Mas, aku udah kangen nih. Ketemuan yuk??”. Detik itu juga aku usir Robert dari rumah orang tuaku. Meski tidak lagi secinta dulu, tetap saja hatiku terluka. Namun penasaran tetap ada di benakku siapakah RIA itu? Cewek yang masih bisa kecaplok Robert? Setelah kutanya Andi rekan kerja Robert di kantornya, ternyata RIA adalah sales kertas yang ngurus order di kantor Robert. Menurut informasi dari Andi, Robert memang udah sering jalan bareng RIA dua bulan terakhir. Konon mereka juga sering mampir menginap di penginapan kawasan pantai parangtritis.

Kini aku semakin terpuruk, hamper hilang kepercayaanku terhadap lelaki. Lelaki secara umum sama saja tukang ngibul, mau menangnya sendiri alias egois. Tapi jika teringat ayahku, nampaknya pendapatku itu tidak selamanya benar. Ia telah begitu banyak berkorban, bahkan tetap melindungi meski dalam waktu yang bersamaan aku sedang menentangnya. Ya Allah, Tuhanku… aku lelah sekali. Aku ingin malam ini bisa tidur dengan malam yang sangat panjang, hingga hilang semua keletihan jiwa yang menghimpit dada secara bertubi-tubi ini.


Empat Hal Yang Membuat Manusia Mudah Diganggu Jin

Jin sangat mudah masuk kedalam tubuh manusia yang mempunyai perangai sebagai berikut :  Senang Marah-marah Yang Berlebihan Terjeremb...